Temankita.com, Samarinda-Seorang pria bertubuh kekar tinggi kisaran 180 centimeter, dengan cekatan menggali kubur untuk rumah peristirahatan terakhir insan yang baru saja dipanggil Sang Khaliq. Siapa sangka, sang penggali kubur tersebut merupakan anggota Polri yang saat ini bertugas di Polsek Samarinda Ulu sebagai Bintara Seksi Umum (Basium).
Dialah Bripka Joko Hadi Aprianto anggota Polri kelahiran Berau, 6 April 1987, yang sudah mengabdi sebagai pengayom keamanan masyarakat 17 tahun lamanya.
Seragam dan pangkat yang dimilikinya, tak membuat Joko tinggi hati atau sombong. Malah seperti pepatah padi, semakin berisi semakin merunduk. Sikap itu nampak dari pekerjaan sebagai penggali kubur di luar jam dinasnya di Polri. Ya, Joko ditunjuk sebagai Ketua Kuburan Muslim Gunung Peng Ah di Jalan Ulin Kelurahan Karang Anyar Kecamatan Sungai Kunjang.
Saat ditemui Temankita.com dan media lainnya, Joko sedang memperbaiki satu makam yang sedikit mengalami kerusakan. Dia dibantu dua orang pengurus makam tersebut merapikan tanah makam yang sebagian tanahnya tergerus akibat aliran air hujan.
Joko mengaku kalau profesinya sebagai penggali kubur sudah dilakoninya sejak masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama.
“Dulu waktu masih SMP sudah ikut menggali kubur untuk mencari penghasilan, karena bapak saya dulu polisi juga hanya penghasilannya masih minim, makanya saya ikut menggali kubur,” terang Joko saat ditemui di pondok di kawasan kuburan muslimin tersebut.
Bahkan profesinya sebagai penggali kubur ini mendapat dukungan positif dari pimpinannya, meskipun saat dirinya tengah bertugas.
“Oleh pimpinan saya, alhamdulillah saya dikasih kelonggaran apabila ada kerjaan menggali kubur,” terangnya.
Meski pekerjaan menggali kubur tersebut dilakukan dengan sukarela, tidak sedikit orang memprotes dirinya meski bukan dirinya yang melakukannya.
“Saya dikomplain pihak ahli waris meski bukan kerjaan kami, karena sesuai SK kamilah yang ditugaskan untuk menggali kubur. Karena kami tidak mau arogan jika ada warga lain yang mau menggali kubur kami persilahkan. Cuma kadang-kadang mereka menggali tidak mengembalikan pada tempatnya” tambahnya.
Namun untuk memenuhi kebutuhan para pengurus makam, Joko mengaku berasal dari sumbangan sukarela di kotak amal, penjualan kembang dan air serta penjualan bata dan pasir.
“Untuk kebutuhan finansial anggota yang ikut mengurus makam dirinya harus mengeluarkan dana sekisar Rp 6 juta rupiah perbulannya sementara penghasilan dari penjualan jasa tidak memenuhi. Mau tidak mau saya harus mengeluarkan uang pribadi untuk menombokinya,” jelasnya.
Mengingat lahan wakaf untuk makam semakin sempit, dirinya berharap kepada pemerintah agar dapat membantu lahan baru untuk wakaf pemakaman.
“Karena ini mulai padat, di sebelah makam ini ada lahan kosong milik Inhutani siapa tahu pemerintah bisa membantu dan memberikannya untuk diwakafkan,” harap Joko.
Meski demikian, Joko menegaskan tidak akan meninggalkan profesi sebagai penggali kubur yang sejak lama sudah dilakoninya.
“Saya tidak mau membuang dimana kata orang jangan lupa dengan masa lalu. Saya dulu hidup besarnya dari uang menggali kubur. Jadi tetap saya laksanakan meski sejak menjadi anggota polisi saya lakukan dengan cuma-cuma,” tutupnya. (AS)
Leave a Reply