Temankita.com, Samarinda-Panen kerang dara yang seharusnya menjadi sumber penghasilan utama masyarakat di Desa Tanjung Limau, Desa Gas Alam, Desa Muara Badak Ilir, dan Desa Muara Badak Ulu, Kutai Kartanegara (Kukar) berubah menjadi mimpi buruk. Ratusan keramba kerang dara milik 180 kepala keluarga dilaporkan mengalami kematian massal akibat dugaan pencemaran limbah dari tanggul penampungan limbah aktivitas pengeboran RIG PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga.
Pencemaran tersebut dilaporkan terjadi di sepanjang Pantai Tanjung hingga Pantai Salo Sembala, dengan jarak maksimal 2 mil dari garis pantai. Ketua Forum Badan Permusyawaratan Desa Kecamatan Muara Badak, Iskandar menjelaskan, pencemaran ini diduga terjadi akibat jebolnya tanggul penampungan limbah di Salo Pareppa sekitar sepekan yang lalu.
Hasil koordinasi masyarakat menunjukkan kerugian akibat pencemaran ini mencapai Rp10 miliar. Pasalnya setiap kepala keluarga rata-rata memiliki tiga hingga sepuluh keramba, dan dalam setahun, satu keramba dapat menghasilkan empat ton bibit kerang dara dengan harga jual Rp15.000 per kilogram. Bibit-bibit itu biasanya diekspor ke Thailand dan Singapura melalui Balikpapan.
“Kerugian masyarakat sangat besar akibat pencemaran ini. Kami berharap pemerintah dan pihak perusahaan segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah ini,” terang Iskandar.
Dalam pertemuan antara pihak perusahaan dan Persatuan Budidaya Kerang Dara di Kantor Kecamatan Muara Badak, Selasa (31/12/2024), Tim Support Drilling PT. PHSS, Pinain Millo, menyatakan, perusahaan tetap mengikuti standar operasional prosedur dalam kegiatan pengeboran. Ia menegaskan tidak mengetahui terkait pencemaran yang terjadi yang mengakibatkan kematian massal kerang dara.
“Kami tidak melakukan sesuatu yang melanggar SOP. Kami juga sudah melakukan pengambilan sampel awal sebelum kegiatan pengeboran dimulai,” jelas Millo.
Sementara Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kukar Abdul Hamid Budiman menyatakan, pihaknya akan melakukan investigasi lebih lanjut.
“Kegiatan pengeboran di Rig Salo pareppa Desa Tanjung Limau belum ada penyampaian ke pihak kami. Sedangkan pengeboran itu mulai di bulan Maret 2024, kami baru tahu ada kegiatan setelah ada laporan warga,” terang Hamid.
DLHK akan memverifikasi sampel limbah dan hasil analisisnya. Langkah investigasi akan terus dilanjutkan untuk memastikan penyebab pencemaran. (AR)
Leave a Reply