Temankita.com, Samarinda- Dalam sistem pemerintahan di Indonesia dikenal dengan istilah desentralisasi dan otonomi. Istilah ini makin dikenal sejak begulirnya reformasi 1998. Sebelum reformasi, kekuasaan atau pemerintahan di Indonesia sangat terpusat atau tersentral, hingga pembangunan tidak seimbang, hanya banyak berlangsung di Pualu Jawa atau kerap disebut pembangunan Jawa Centris.
Setelah Orde Baru berganti, tuntutan untuk desentralisasi dan pembentukan daerah otonom menguat hingga melahirkan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diperbarui menjadi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi, dirinya menyebut Desentralisasi merupakan penyerahan sebagian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di wilayahnya sendiri.
“Ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mendekatkan pelayanan publik ke masyarakat, dan memberikan ruang kepada daerah untuk berinovasi dalam pembangunan. Sebagai contoh pemerintah pusat menyerahkan kewenangan mengelola pendidikan dasar kepada pemerintah kabupaten/kota,” ucapnya.
Dalam kegiayan Penguatan Demokrasi Daerah (PDD) ke-3 tentang sistem pemerintahan dengan mengambil tema “Desentralisasi dan Otonimisasi di Era Reformasi” di Desa Sungai Payang, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Minggu (24/3/20025) Reza menambahkan, terkait dengan otonomi atau daerah otonomi, menurutnya daerah otonomi diberikan hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur rumah tangga pemerintahannya sendiri. Otonomi ini merupakan outcome dari proses desentralisasi.
“Tujuannya memberdayakan daerah agar mandiri dalam mengatur pemerintahan, keuangan, dan pembangunan sesuai kebutuhan lokal, tanpa terlalu tergantung pada pusat. Misalnya pemerintah daerah berhak membuat peraturan daerah atau perda untuk mengatur kebijakan khusus di wilayahnya, seperti pajak daerah atau retribusi daerah. Untuk lebih jelasnya nanti akan dijelaskan oleh narasumber kita,”jelasnya.
Endro S Efendi yang didaulat menjadi narasumber PDD ke-3 tersebut kemudian menjelaskan bagian-bagian penting dari desentralisasi dan otonomisasi. Dari semua sistem pemerintahan saat ini, kata dia, merujuk pada upaya untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam setiap kebijakan.
“Misalnya dulu presiden dipilih MPR sekarang dipilih langsung oleh rakyat. Kemudian gubernur, bupati/wali kota sampai kepala desa dipilih langsung oleh rakyat,” kata Endro yang merupakan alumnus Lemhanas.
Endro menjelaskan, dalam desentralisasi maupun otonomi, daerah diberikan hak-hak untuk mengatur dan mengurusi pembangunan daerahnya. Sehingga pembagian kewenangan tersebut harus diketahui oleh masyarakat sebagai bentuk pengawasan atau partisipasi rakyat dalam jalannya pembangunan.
“Misalnya ada jalan yang rusak, kita harus tahu status jalan tersebut. Apakah jalan itu milik kabupaten atau provinsi? kalau jalan itu menghubungkan lintas kecamatan, lintas desa maka itu jalan milik kabupaten. Kalau jalan itu lintas kabupaten maka itu jalan milik pemeritah provinsi. Disinilah peran masyarakat untuk mengawasi proses pembangunan agar tahu bagaimana caranya menyampaikan aspirasi kalau misalnya ada jalan yang rusak,” beber Endro.
Dalam pemaparannya, Endro kembali menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di era reformasi saat ini, tidak hanya pembangunan, tapi juga secara politik.
“Dalam pemilihan juga begitu, mau pileg, pemilihan bupati atau pemilihan kepala desa, masyarakat harus aktif, sebagai pemilih sekaligus mengawasi. Yang membuat rusak kalau pemilihan semuanya harus pakai uang,” tutup Endro.(AS)
Leave a Reply