Menambang di KHDTK, Akhmed Reza Minta Pelaku Ditindak Tegas

Temankita.com, Samarinda – Para penjarah hasil perut bumi di Kalimantan Timur (Kaltim) terus bergerilya untuk mendapatkan keuntungan secara ilegal. Tidak hanya di kawasan yang dekat dengan permukiman, tapi juga areal untuk pendidikan atau pengembangan sumber daya manusia.

Publik tentu masih ingat menjelang akhir 2021 lalu. Pertambangan batubara ilegal mengeksploitasi kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Penelitian dan Pendidikan Bukit Soeharto (HPPBS) Pusrehut Universitas Mulawarman (Unmul) di Kutai Kartanegara (Kukar).

Aktivitas tambang batubara ilegal saat itu ditemukan tim Laboratorium Sumberdaya Hayati Kalimantan (LSHK) Unmul, Tim BKSDA dan UPTD Tahura Kaltim saat ke lokasi untuk penelitian. Seolah tidak ada ketakutan melanggar hukum. Sebab kini terulang kembali. Namun, bukan di Bukit Suharto tapi di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS), kawasan tersebut dicoba untuk dikeruk batubaranya. Dari informasi yang beredar, sepanjang libur lebaran, para penambang yang menggunakan sejumlah alat berat telah membuka lahan KRUS seluas 3,2 hektare.

Kegiatan melawan hukum itu tentu disesalkan banyak pihak. Karena, selain Hutan Penelitian dan Pendidikan Bukit Soeharto, KRUS merupakan hutan pendidikan Unmul Samarinda yang menjadi kawasan hutan pendidikan dan konservasi terbesar yang dikelola oleh perguruan tinggi di Indonesia.

Hutan ini berfungsi sebagai laboratorium alam untuk kegiatan pendidikan, penelitian, pelatihan, dan pengabdian masyarakat, khususnya di bidang kehutanan, lingkungan, dan ilmu hayati.

Menyikapi hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi mendesak kepolisian untuk segera bertindak, terlebih tambang ilegal itu merusak kawasan pendidikan sekaligus konservasi.

“Saya sangat prihatin dan mengecam keras aktivitas tambang ilegal itu. Tindakan ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak fungsi kawasan konservasi yang menjadi laboratorium alam bagi ribuan mahasiswa dan peneliti. Saya mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini, tindak tegas pihak-pihak yang terlibat, tanpa pandang bulu,” tegasnya.

Reza menyebut, dalam mengusut kegiatan ilegal itu, kepolisian harus bertindak tegas dan trasparan. Untuk itu, ia mendukung langkah Fakultas Kehutanan Unmul untuk melaporkan tambang ilegal tersebut ke polisi.

“Tidak boleh ada kompromi terhadap pelaku perusakan lingkungan, apalagi jika terjadi di kawasan strategis pendidikan dan konservasi,” sebutnya.

Dengan kejadian tersebut, ia bersama rekan-rekannya di Komisi III berencana memanggil pihak-pihak terkait untuk mencari kejelasan yang menyebabkan pengupasan lahan atau upaya penambangan ilegal tersebut dapat terjadi.

“Kami akan memanggil instansi terkait, untuk meminta penjelasan serta menyusun langkah konkret pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang.
Kita harus menjaga hutan pendidikan ini sebagai warisan ilmiah dan ekologis untuk generasi mendatang. Komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan harus dibuktikan dengan tindakan nyata, bukan sekadar wacana,” tutup Reza.

Sebagai informasi, KRUS merupakan salah satu kawasan hutan tropis dataran rendah yang tersisa di Kaltim. Hutan ini digunakan oleh mahasiswa dan peneliti, terutama dari Fakultas Kehutanan Unmul, untuk melakukan berbagai penelitian ilmiah. Hutan ini juga menjadi rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna khas Kalimantan, termasuk spesies endemik dan langka seperti orangutan, bekantan, dan beruang madu. (AS)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *