Temankita.com, BERAU – Pulau Kakaban, surga tersembunyi di Kecamatan Maratua yang terkenal dengan danau ubur-ubur tak menyengat, kini berada di tengah pusaran polemik. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dikabarkan akan mengambil alih pengelolaan pulau eksotis ini dari Kabupaten Berau — sebuah rencana yang memicu kegelisahan mendalam di kalangan masyarakat dan pemerintah daerah.
Pulau Kakaban selama ini menjadi primadona pariwisata Berau. Tak hanya dikenal oleh wisatawan lokal, tapi juga dunia internasional. Dikelola secara mandiri oleh Pemerintah Kabupaten Berau bersama masyarakat Kampung Payung-Payung, kawasan ini menjadi contoh sukses pengelolaan destinasi wisata berbasis keberlanjutan.
Namun, rencana pengambilalihan oleh Pemprov Kaltim justru dianggap sebagai ancaman terhadap pencapaian itu.
“Kakaban adalah jantung pariwisata Berau. Kami membangunnya dari nol, dengan cinta dan komitmen,” tegas Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Disbudpar Berau, Samsiah Nawir, Senin (2/6/2025).
Samsiah menyebut Pulau Kakaban bukan sekadar destinasi, tapi simbol kedaulatan lokal dan keberhasilan kolaborasi antara pemerintah daerah, akademisi, dan warga. Ia mengungkapkan bahwa Kakaban telah masuk dalam Rencana Induk Pariwisata Daerah (Riparda) dan menjadi satu dari 10 prioritas utama pembangunan wisata Berau.
“Kami sudah membangun pintu masuk baru, fasilitas wisata, sistem tiket digital, dan melibatkan masyarakat dalam segala lini pengelolaan,” jelasnya.
Tak hanya itu, kelompok masyarakat seperti Pokdarwis Kampung Payung-Payung bahkan berhasil meraih penghargaan tingkat provinsi atas kontribusinya dalam menjaga ekosistem dan memajukan ekowisata.
Kekhawatiran utama, menurut Samsiah, adalah potensi hilangnya kontrol daerah terhadap arah pembangunan pariwisata yang selama ini sudah dirancang dengan prinsip keberlanjutan.
“Kami tidak menutup pintu kerja sama, tapi kami menolak keputusan sepihak. Kami ingin diajak berdialog, bukan diambil alih,” tandasnya.
Ia pun mempertanyakan kesiapan Pemprov Kaltim dalam mengelola kawasan konservasi yang kompleks seperti Kakaban, yang memerlukan pendekatan holistik, sumber daya manusia terlatih, dan komitmen jangka panjang terhadap pelestarian alam.
Samsiah berharap Gubernur Kalimantan Timur bersikap bijaksana, dan memilih mendukung pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata seperti akses jalan dan transportasi udara, ketimbang mengambil alih kewenangan pengelolaan aset wisata daerah.
“Pulau Kakaban adalah milik Berau, tapi juga kebanggaan Bumi Mulawarman. Jangan sampai kepentingan birokrasi merusak harmoni yang sudah kami bangun,” pungkasnya.
Warga Berau kini menanti, apakah suara mereka akan didengar, atau justru tenggelam bersama riak air danau Kakaban yang selama ini mereka jaga dengan sepenuh hati. (*)
Leave a Reply