Temankita.com, Samarinda– Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah pusat dinilai belum berjalan maksimal di Kalimantan Timur. Pelaksanaannya masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sementara di daerah lain seperti Samarinda dan Balikpapan belum merata. Kondisi ini menimbulkan berbagai evaluasi dan usulan perubahan skema dari sejumlah pihak.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, H. Baba, meminta agar pemerintah pusat berhati-hati dalam melakukan perubahan sistem MBG. Ia menilai, kebijakan baru seharusnya tidak menimbulkan kerugian bagi para pelaku usaha atau investor lokal yang telah lebih dulu berpartisipasi.
“Kalau tiba-tiba ada perubahan sistem, kita khawatir pelaku MBG yang sudah berinvestasi justru dirugikan. Kasihan mereka. Karena itu, perlu penyesuaian dari pusat agar tidak disamaratakan. Daerah punya kondisi yang berbeda-beda,” ujarnya, Jumat (10/10/2025).
Baba menilai, sebagai program nasional perdana, MBG membutuhkan waktu adaptasi yang cukup panjang agar pelaksanaannya benar-benar efektif. Ia mencontohkan dua dapur MBG di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang dinilai sudah berjalan baik, namun tetap memerlukan pengawasan harian agar kualitas dan kebersihan makanan terjaga.
“Setahu saya, ada dua dapur MBG di Kukar yang berjalan cukup baik. Tapi memang perlu perhatian ekstra setiap hari, terutama dari pemilik dan pengawas MBG,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sempat mengkritisi besarnya alokasi anggaran MBG yang belum sebanding dengan efektivitas penyalurannya. Ia bahkan membuka opsi untuk mengubah pola bantuan menjadi bantuan langsung, baik dalam bentuk sembako maupun uang tunai.
Menanggapi hal itu, Baba memahami adanya berbagai kendala teknis di lapangan — mulai dari proses memasak, kebersihan bahan baku, hingga penyimpanan makanan agar tetap layak konsumsi.
“Misalnya nasi yang baru matang disimpan dalam kondisi tertutup rapat, itu bisa menimbulkan uap dan mempercepat basi. Hal-hal teknis seperti ini harus benar-benar diperhatikan agar kualitas makanan tetap terjaga,” jelasnya.
Ia menegaskan, tujuan MBG sangat baik untuk mendukung pemenuhan gizi anak sekolah, namun kebijakan turunannya harus disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah masing-masing.
“Kalau evaluasi dilakukan dengan matang dan mempertimbangkan keberlanjutan pelaku lokal, saya yakin MBG bisa berjalan lebih efektif dan adil di seluruh Indonesia,” pungkasnya.(Ar)
Leave a Reply