Advertisement

DBH Bukan Hadiah Pusat, Pengamat: Kaltim Menanggung Beban Ekologi

TemanKita.com, Samarinda — Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo, menegaskan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) bukanlah hadiah dari pemerintah pusat, melainkan hak daerah penghasil sumber daya alam, khususnya Kalimantan Timur, yang selama puluhan tahun menjadi lumbung eksploitasi tambang dan energi nasional.

Menurut Purwadi, narasi seolah-olah pemerintah pusat “memberi” DBH justru menutup fakta penting bahwa Kalimantan Timur menanggung beban ekologi yang sangat besar akibat aktivitas eksploitasi sumber daya alam secara masif.

“DBH itu bukan kado Santa Claus. Itu hak daerah. Kalimantan Timur menanggung kerusakan lingkungan, sementara manfaat ekonominya justru banyak mengalir ke luar daerah,” tegas Purwadi, Jumat (12/12/2025).

Ia mengingatkan bahwa Kalimantan Timur selama ini kerap disematkan berbagai julukan besar yang menggambarkan kekayaan alamnya. Namun, di balik julukan tersebut, realitas di lapangan justru menunjukkan ketimpangan struktural yang belum terselesaikan.

“Dulu Kaltim disebut tikus mati di lumbung padi. Lalu disebut raksasa yang sedang tidur. Masalahnya, ketika raksasa itu bangun dan lapar, makanannya sudah habis. Yang tersisa cuma piring kotor,” sindirnya.

Purwadi memaparkan, kerusakan ekologi di Kalimantan Timur telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Lubang-lubang bekas tambang dibiarkan menganga tanpa reklamasi memadai, tanah longsor terjadi di berbagai wilayah, dan berdasarkan catatan berbagai lembaga, setidaknya 54 anak meninggal dunia akibat tenggelam di lubang tambang yang ditinggalkan.

Menurutnya, pengabaian terhadap kerusakan lingkungan akan berujung pada kelumpuhan ekonomi daerah dalam jangka panjang.

“Ketika ekologi rusak, ekonomi pasti ikut rusak. Bahkan bisa lumpuh. Kita sudah belajar dari Aceh dan sejumlah wilayah di Sumatra. Kerusakan lingkungan selalu meninggalkan warisan kemiskinan,” ujarnya.

Ia menilai, pemangkasan anggaran daerah, termasuk penurunan Belanja Tidak Terduga (BTT), tidak bisa dilepaskan dari persoalan ketidakadilan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah penghasil sumber daya alam.

“Jangan sampai daerah penghasil SDA justru kesulitan membiayai mitigasi bencana yang timbul akibat lingkungan yang rusak karena eksploitasi,” kata Purwadi.

Karena itu, ia mendorong Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur agar lebih tegas memperjuangkan hak DBH, sekaligus memastikan perusahaan-perusahaan tambang menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan secara nyata, bukan sekadar formalitas administrasi.

“CSR jangan hanya jadi laporan di atas kertas. Harus diarahkan untuk pemulihan lingkungan dan mitigasi bencana yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat,” tegasnya.

Purwadi menutup dengan peringatan keras agar pemerintah tidak mengulang kesalahan lama dalam pengelolaan sumber daya alam.

“Kalau ekologi terus diabaikan, ekonomi akan menyusul runtuh. Jangan tunggu sampai Kalimantan Timur benar-benar tinggal cerita,” pungkasnya.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *