Advertisement

Medan Berat dan Jarak Panjang, Relawan Kaltim Peduli Aceh Hadapi Tantangan Nyata di Lokasi Banjir Bandang Aceh Tamiang

TemanKita.com – Aceh Tamiang, Di balik penyaluran bantuan dan senyum anak-anak pengungsi, tersimpan kisah berat yang harus dihadapi para relawan Kaltim Peduli Aceh selama menjalankan misi kemanusiaan di Kabupaten Aceh Tamiang. Medan yang sulit, jarak tempuh yang panjang, serta kondisi kesehatan relawan yang menurun menjadi tantangan nyata di lapangan.

Untuk mencapai lokasi terdampak banjir bandang, relawan harus menempuh perjalanan berjam-jam dari titik kedatangan menuju desa-desa pengungsian. Sejumlah akses jalan rusak parah, berlumpur, dan hanya bisa dilalui secara bergantian. Tak sedikit kendaraan yang harus berjalan perlahan, bahkan berhenti total, karena kondisi jalan yang nyaris tak bisa dilewati.

Setibanya di lokasi, kondisi di lapangan jauh dari kata mudah. Lumpur tebal masih menutupi permukiman warga, sisa-sisa bangunan berserakan, dan bau menyengat bercampur dengan genangan air yang belum sepenuhnya surut. Banyak rumah warga hancur total, hanya menyisakan atap seng atau puing kayu sebagai penanda bahwa di tempat itu pernah berdiri sebuah hunian.

Di tengah keterbatasan tersebut, relawan tetap bergerak menyalurkan bantuan ke posko-posko pengungsian, termasuk di Desa Sukajadi, Kecamatan Karang Baru, serta tenda-tenda pengungsi di area pos komando Kabupaten Aceh Tamiang. Aktivitas kemanusiaan dilakukan sejak pagi hingga larut malam, dengan kondisi fisik yang terus diuji.

Tak sedikit relawan yang akhirnya jatuh sakit. Cuaca yang tidak menentu, kelelahan ekstrem, kurang istirahat, serta keterbatasan sanitasi membuat beberapa relawan mengalami demam, flu, hingga gangguan pencernaan. Namun, semangat untuk terus membantu masyarakat terdampak tak pernah surut.

“Kondisi di lapangan benar-benar menguras tenaga dan perasaan. Banyak teman-teman relawan yang sakit, tapi tetap memaksakan diri karena melihat langsung penderitaan warga, terutama anak-anak dan lansia,” ungkap salah satu relawan.

Ia menambahkan, apa yang mereka saksikan langsung di lapangan menjadi gambaran nyata betapa berat kondisi masyarakat Aceh Tamiang pascabencana. Bukan hanya kerusakan fisik, tetapi juga luka batin yang dialami para penyintas, terutama anak-anak yang kehilangan rumah dan rasa aman.

“Yang paling berat bagi kami adalah saat melihat anak-anak masih bisa tertawa dan merasa bahagia, meski rumah mereka sudah luluh lantak. Di situ kami berjuang melawan nurani dan empati kami sendiri,” tuturnya dengan suara tertahan.

Menurutnya, momen-momen tersebut justru menjadi ujian terberat bagi para relawan. Di satu sisi harus tetap profesional menjalankan tugas, di sisi lain hati tak kuasa menahan perasaan saat menyaksikan langsung penderitaan warga yang kehilangan segalanya dalam sekejap.

Tak hanya membantu masyarakat, relawan BPBD Kalimantan Timur juga memberikan dukungan kepada sesama aparatur kebencanaan. Mereka berkolaborasi langsung dengan BPBD Aceh Tamiang, yang ironisnya turut menjadi korban bencana. Kantor BPBD setempat dilaporkan mengalami kerusakan berat akibat banjir bandang.

“BPBD Aceh Tamiang tetap mengabdi untuk masyarakat. Sampai hari ini, banyak dari mereka belum kembali ke rumah masing-masing karena kediaman mereka juga terdampak. Namun mereka tetap bertahan di lapangan,” lanjut relawan tersebut.

Kondisi ini menunjukkan bahwa dampak banjir bandang Aceh Tamiang tidak hanya merusak fisik wilayah, tetapi juga melumpuhkan sendi-sendi pemerintahan dan kehidupan sosial masyarakat. Sejumlah ASN setempat turut terdampak, sehingga pelayanan publik sempat berjalan sangat terbatas.

Hingga kini, warga pengungsi masih sangat bergantung pada bantuan logistik. Kehilangan dapur, peralatan masak, hingga bahan makanan membuat bantuan sekecil apa pun menjadi sangat berarti.

oplus_131104

Meski dihadapkan pada medan berat, jarak tempuh yang panjang, tubuh yang melemah, dan perasaan yang terus diuji, relawan Kaltim Peduli Aceh tetap bertahan. Bagi mereka, lelah dan sakit adalah bagian dari pengabdian—demi memastikan para penyintas banjir bandang Aceh Tamiang tidak merasa sendirian menghadapi bencana.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *