Temankita.com, Samarinda-Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda telah mengumumkan hasil akhir dari kajian yang dilakukan terkait penanganan anjal, gelandangan, dan pengemis (AGP) di wilayah tersebut.
Dalam laporan yang dirilis, Pemkot Samarinda mengundang tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, yaitu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Sosial (Dinsos), huga Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA).
Ada pun Dinas Sosial sebagai leading sektor penanganan AGP diharapkan dapat berkoordinasi lintas OPD dengan baik.
Menurut laporan tersebut, Satpol PP juga diketahui memiliki peran dalam pengamanan, Dinsos bertugas sebagai penanganan lanjutan lintas OPD, dan DP2PA terlibat dalam aspek pembinaan.
“Pemkot Samarinda menyadari pentingnya koordinasi yang baik antara ketiga OPD ini guna mencapai tujuan penanganan AGP yang efektif,” ucap Kepala Bappedalitbang Kota Samarinda, Ananta Fathurrozi, Selasa (27/6/23).
Salah satu langkah awal yang telah diambil adalah pemasangan plang-plang larangan memberi kepada AGP, yang merupakan pemberitaan sebelumnya.
“Namun, laporan ini menyatakan bahwa akan ada penegasan lebih lanjut mengenai hal ini, misalnya dengan memberlakukan tilang bagi masyarakat yang masih memberikan uang atau barang kepada AGP. Pemerintah Kota Samarinda masih mencari formulasi yang tepat untuk mengatasi masalah ini,” paparnya.
Rapat pengungkapan hasil kajian ini dilaksanakan di ruang rapat kantor Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) di Jalan Dahlia, Kota Samarinda.
Dalam rapat tersebut, peran Pemerintah Daerah dalam penanganan AGP juga menjadi sorotan.
Beberapa peran Pemerintah Daerah yang belum terlaksana, sebagaimana diungkapkan dalam laporan, antara lain:
1. Belum ada aturan lanjutan (Perwali) yang terkait langsung dengan penanganan AGP.
2. Alokasi anggaran yang minim dari Pemerintah Daerah untuk penertiban AGP.
3. Belum tersedia fasilitas panti sosial terpadu, pusat rehabilitasi sosial, pusat pendidikan dan pelatihan, serta pusat kesejahteraan sosial dan kesehatan untuk AGP.
Namun, laporan tersebut juga mencatat bahwa beberapa komitmen telah dilaksanakan, seperti:
1. Pemasangan plang larangan meminta-minta di jalan.
2. Larangan memberikan sejumlah uang dan barang kepada AGP.
3. Larangan mengeksploitasi anak balita dan anak penyandang disabilitas.
Ananta menekankan pentingnya pengembangan Peraturan Daerah (Perda) yang lebih spesifik dan efektif dalam penanganan AGP.
“Perda yang saat ini masih bersifat umum harus ditingkatkan agar dapat maksimal dalam pelaksanaannya,” jelasnya.
Dalam hal ini, rekomendasi yang sesuai dari kajian tersebut akan dimaksimalkan dalam perangkat hukum, dipantau dalam pembiayaannya, kemudian hasilnya akan dievaluasi dengan harapan dapat mengurangi keberadaan AGP di Kota Samarinda.
Diketahui, adapun tujuan dari Final Expose kajian penanganan AGP tersebut juga sebagai langkah untuk mengevaluasi dan meningkatkan implementasi Perda yang ada, mengembangkan strategi & program yang efektif serta efisien terhadap penanganan AGP dan mewujudkan Kota Samarinda bebas dari AGP.
“Dengan demikian, Pemkot Samarinda berharap bahwa melalui langkah-langkah yang koordinatif dan terencana, masalah AGP dapat diminimalisir secara signifikan dan pada akhirnya diharapkan dapat terwujudnya kondisi di mana tidak ada lagi AGP di Kota Samarinda,” tutup Ananta. (AS)
Leave a Reply