Temankita.com, SAMARINDA — Kasus dugaan kekerasan terhadap balita perempuan berusia 4 tahun di sebuah panti asuhan di Samarinda bikin publik geram. Korban berinisial N, seorang balita disabilitas dengan ADHD dan kelumpuhan, ditemukan dalam kondisi memprihatinkan: rambut dipenuhi kutu, jidat benjol dengan luka terbuka, tubuh kejang-kejang, buang air kecil berdarah, dan menggenggam plastik sisa makanan.
“Saya lihat dia lemas, perutnya bengkak, matanya kosong. Saya langsung bawa ke dokter,” ujar Reni Lestari, wali yang mengadopsi N secara legal.
N sebelumnya dititipkan ke panti sejak Januari 2024 karena ibunya mengidap depresi berat. “Ibunya bahkan sempat ingin mengakhiri hidup bareng anaknya,” ungkap Reni.
Yang lebih menyayat, hasil visum awal menunjukkan kadar hemoglobin N hanya 7,8, jauh di bawah normal. Reni melaporkan kasus ini ke UPTD PPA Kaltim dan Polsek Sungai Pinang pada 20 Mei 2025. Namun hingga kini, hasil visum masih belum keluar.
“Saya nggak mau bubarin panti, saya cuma mau keadilan buat N,” tegas Reni, yang juga mengaku seperti “dipingpong” antara RSUD AWS dan polisi.
Mirisnya, dugaan kekerasan tak berhenti di N. Reni menyebut ada belasan anak lain di panti itu—termasuk bayi—yang mengalami kondisi serupa, seperti infeksi kulit parah yang diduga kudis (scabies). Ironis, saat Dinas Sosial mengadakan pertemuan, pihak yayasan justru tidak hadir.
Kanit Reskrim Polsek Sungai Pinang, Ipda Heri Triyanto, membenarkan laporan Reni. “Laporan sudah masuk 20 Mei. Kami juga sudah ajukan visum ke RSUD AWS, tapi hasilnya belum keluar,” katanya. Hingga kini, baru dua saksi yang diperiksa.
Kasus ini menyulut kemarahan publik dan jadi peringatan keras atas minimnya pengawasan lembaga sosial, khususnya panti asuhan.
“Anak-anak itu butuh perlindungan, bukan pembiaran,” tutup Reni.(Arianto)
Leave a Reply