Akademisi, Mantan Sekda, Sampai Ikatan Alumni Unmul Kritik Penunjukan Dewas RSUD AWS: “Putra Daerah Jangan Hanya Jadi Penonton”

SAMARINDA — Polemik penunjukan dua figur dari Makassar, Sulawesi Selatan, sebagai anggota Dewan Pengawas (Dewas) RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda terus memantik reaksi keras dari berbagai kalangan. Kini suara kritik datang dari akademisi, mantan pejabat tinggi daerah, hingga alumni Universitas Mulawarman (Unmul) yang menilai kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) ini mengabaikan potensi lokal dan menimbulkan kegaduhan publik.

Pengamat kebijakan publik dan akademisi senior Unmul, Dr. Purwadi Purwoharsojo, menilai kebijakan menunjuk Dewas dari luar daerah sebagai langkah yang minim sensitivitas sosial.

“Harusnya orang daerah yang lebih mengetahui tentang kultur dan daerah mereka sendiri. Sampai di mana posisi lubang semut pun, orang lokal lah yang dapat mengetahuinya. Karena pengawasan yang efektif lahir dari kedekatan dengan realitas,” ujar Purwadi, Senin (10/11/2025).

Ia menegaskan, fungsi dewan pengawas akan lebih efektif jika dijalankan oleh orang yang memahami medan lokal, bukan sekadar memiliki kapasitas administratif.

“Kebijakan publik yang baik harus mencerminkan rasa keadilan sosial. Kalau masyarakat merasa terpinggirkan, legitimasi pemerintah akan turun,” tambahnya.

Purwadi juga mendorong agar DPRD Kaltim tidak diam menyikapi polemik ini.

“Harusnya DPRD juga bersuara terhadap kegaduhan yang terjadi saat ini. Mereka dipilih rakyat, dan ini menyangkut layanan publik di rumah sakit terbesar di Kaltim,” tegasnya.

Mantan Sekda Provinsi Kaltim, Dr. Hj. Meiliana, SE, MM, turut menilai penunjukan Dewas RSUD AWS perlu ditinjau dari sisi aturan dan komunikasi sosial agar tidak menimbulkan polemik antarwarga daerah.

“Saya sangat menghormati siapa pun yang ditunjuk, tetapi kebijakan seperti ini hendaknya dilakukan sesuai aturan sehingga tidak terjadi polemik antara pejabat dan masyarakat lokal. Gubernur dan wakil gubernur itu adalah pejabat negara dan sudah menjadi milik seluruh masyarakat Kaltim,” ujarnya.

Ia juga menyarankan agar Gubernur Kaltim lebih sering meminta pertimbangan dari berbagai pihak sebelum mengambil kebijakan strategis.

“Sebaiknya pemerintah daerah bisa meminta saran dan pendapat kepada mantan-mantan gubernur, wakil gubernur, serta tokoh-tokoh tetuha Kaltim, agar kebijakan yang diambil lebih tepat dan tidak menimbulkan konflik. Ini sudah hampir setahun beliau menjabat, jadi alangkah baiknya lebih sering mengundang para tokoh tetuha Kaltim untuk silaturahim dan berdiskusi,” kata Meiliana.

Ia menekankan bahwa tradisi silaturahmi dan diskusi bersama para tetuha penting untuk menjaga keseimbangan kebijakan dan arah pembangunan daerah.

“Kalau kita sering berdialog dengan tokoh-tokoh yang memahami sejarah dan karakter daerah ini, maka arah kebijakan akan lebih bijak dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Harapannya, dari sinilah Kaltim bisa melangkah menuju generasi emas,” pungkasnya.

Ketua Ikatan Alumni Fakultas Pertanian Unmul (IKA Faperta), Fahrizal, S.P., menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar penunjukan jabatan, tetapi juga menyangkut martabat dan kemandirian daerah.

“Penunjukan Dewas ini bukan hanya soal posisi, tapi soal kebanggaan dan rasa percaya diri daerah. Kita punya banyak anak muda dan profesional yang sudah terbukti mampu. Kenapa tidak diberi ruang?” ujar Fahrizal.

Ia menilai, pengawasan dan pembangunan akan lebih efektif bila dijalankan oleh mereka yang memiliki kedekatan emosional dengan daerah sendiri.

“Kalau semua posisi strategis diambil orang luar, bagaimana kita bisa menumbuhkan rasa memiliki terhadap daerah sendiri? Ini bukan sekadar administrasi, tapi semangat membangun dari dalam,” tandasnya.

Gelombang kritik dari akademisi, pejabat senior, dan alumni Unmul kini bermuara pada satu pesan: Pemprov Kaltim harus terbuka, transparan, dan melibatkan tokoh-tokoh daerah dalam setiap kebijakan penting.

“Kalau mekanismenya jelas, publik akan tenang. Tapi kalau diam saja, publik akan terus bertanya. Transparansi adalah cara terbaik meredam polemik,” tutup Purwadi.

Reporter: Tim Redaksi Temankita.com
Editor: Agung

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *