Temankita.com, Samarinda– Media sosial diramaikan seruan warganet agar pihak HRD perusahaan mencatat jejak digital alumni SMA 1 Cimarga, Lebak, Banten, dan menolak mereka dalam proses rekrutmen kerja. Tagar terkait sekolah tersebut sempat trending di berbagai platform sejak pekan lalu.
Isu itu mencuat setelah aksi mogok sekolah massal 630 siswa pada 12–13 September 2025 menjadi sorotan publik. Para siswa menolak masuk kelas sebagai bentuk protes terhadap tindakan kepala sekolah yang diduga menampar seorang siswa yang ketahuan merokok.
Dalam berbagai pemberitaan, siswa menegaskan aksi itu bukan bentuk dukungan terhadap perilaku merokok, melainkan protes atas dugaan kekerasan verbal dan perlakuan tidak adil yang dilakukan kepala sekolah.
“Kami hanya ingin diperlakukan dengan adil dan tidak dikasari,” ujar salah satu perwakilan siswa dalam keterangan yang beredar di media lokal.
Setelah dua hari mogok, kegiatan belajar mengajar kembali normal. Dinas Pendidikan setempat kemudian memberhentikan Kepala Sekolah SMA 1 Cimarga, Dini Pitria, sebagai langkah penanganan awal terhadap kontroversi tersebut.
Namun, video aksi mogok yang viral di media sosial memunculkan gelombang komentar bernada negatif. Sejumlah akun menyebut akan “menyimpan nama sekolah dan angkatan” sebagai bahan pertimbangan rekrutmen karyawan di masa depan.
“HRD kenalan saya sudah mencatat kasus ini, biar jadi pertimbangan nanti,” tulis salah satu pengguna di platform X (Twitter).
Meski demikian, hingga kini tidak ada konfirmasi resmi dari pihak HRD perusahaan mana pun bahwa mereka benar-benar akan melakukan tindakan blacklist terhadap alumni SMA 1 Cimarga.
Sebagian warganet menilai aksi mogok mencerminkan lemahnya disiplin dan moral siswa, namun banyak pula yang mengkritik seruan boikot tersebut karena dianggap tidak etis dan berpotensi merugikan siswa yang tidak terlibat langsung.
Pakar hukum dan etika digital menilai tindakan menggeneralisasi seluruh angkatan sebagai “catatan buruk” dapat dikategorikan sebagai bentuk perundungan digital (digital bullying) jika tidak disertai verifikasi individu.
Pihak sekolah dan Dinas Pendidikan diminta untuk segera melakukan pendampingan psikologis dan klarifikasi publikagar reputasi lembaga pendidikan tidak rusak secara massal akibat fenomena viral ini.(Ar)
Leave a Reply