Legislator Kaltim Desak Pengusutan KHDTK Unmul

Temankita.com, Samarinda- Aktivitas pertambangan liar di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Universitas Mulawarman (KHDTK Unmul) kembali memantik reaksi keras. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) memberikan batas waktu dua pekan kepada aparat penegak hukum untuk menetapkan pelaku yang bertanggung jawab atas perusakan kawasan konservasi tersebut.

Tekanan itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat (RDP) lintas komisi yang digelar di Gedung E DPRD Kaltim, Senin (5/5). Hadir dalam forum tersebut sejumlah pihak terkait, termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Gakkum KLHK, Kepolisian Daerah Kaltim, serta unsur akademik dari Fakultas Kehutanan Unmul dan pengelola KHDTK.

Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi mengungkapkan bahwa lembaganya sudah cukup bersabar melihat lambannya proses hukum. Ia menyebut DPRD siap menggunakan hak politik jika dalam waktu dekat belum ada tersangka yang ditetapkan.

“Kami menuntut ketegasan. Bila dua minggu ke depan tidak ada progres yang signifikan, kami akan dorong pembentukan pansus untuk menyelidiki lebih dalam,” kata Darlis usai rapat.

Tak hanya menyorot aspek pidana, DPRD juga menekankan pentingnya menghitung kerugian ekologis akibat penambangan ilegal. Fakultas Kehutanan diminta segera merumuskan valuasi ekonomi atas kerusakan tersebut guna mendukung proses gugatan perdata.

Sementara itu, Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom, menjelaskan bahwa proses penyelidikan masih berjalan. Dari 14 saksi yang dipanggil, baru 10 yang memenuhi panggilan. Empat lainnya mangkir dan terancam ditetapkan sebagai buronan jika tetap tidak kooperatif.

“Tim kami sedang bekerja di lapangan untuk mengumpulkan bukti fisik. Kami juga akan melakukan uji forensik demi menguatkan temuan,” kata Leonardo.

Di sisi lain, Kepala Laboratorium Alam KHDTK Unmul, Rustam Fahmy, menegaskan bahwa keberadaan KHDTK bukan sekadar ruang konservasi, melainkan juga pusat pendidikan dan perlindungan lingkungan bagi Samarinda dan sekitarnya.

“Jika kasus ini dibiarkan, bukan tidak mungkin kerusakan serupa akan menjalar ke kawasan lain seperti Bukit Soeharto, Sebulu, hingga Labanan. Penegakan hukum yang tuntas sangat kita perlukan,” tegasnya.

Kasus tambang ilegal di KHDTK Unmul telah menambah daftar panjang konflik antara kepentingan industri dan pelestarian lingkungan di Kalimantan Timur. Masyarakat kini menanti, apakah hukum bisa bertindak cepat atau justru kembali kalah oleh kekuatan modal.(Arianto)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *